Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (2024)

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (1)

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat sejak akhir Juli, puluhan ribu orang terdampak bencana banjir yang menjadi bencana tahunan dan melanda sejumlah kawasan tengah dan timur Indonesia.

Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, salah satu wilayan rawan banjir, air merendam hampir 3.000 rumah, menelan dua korban meninggal, serta berdampak terhadap 15.000 jiwa.

Pakar kebencanaan menilai kepala daerah tak punya rencana strategis untuk mengantisipasi dampak La Lina, karena banjir ini selalu berulang dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan makin intens ke depannya.

sem*ntara itu, sejumlah pemerintah daerah mengklaim sudah melakukan langkah mitigasi, dan mengatakan banjir merupakan tanggung jawab semua instansi.

Baca Juga:

  • La Nina mengancam Indonesia, berpotensi sebabkan banjir dan ‘ancam ketahanan pangan’
  • 2050, Jakarta Utara ‘tenggelam’: Semua yang perlu Anda ketahui
  • Banjir Kalsel: Warga Dayak Meratus 'paling terdampak', desa yang diterjang longsor dan banjir tak bisa diakses

Lewatkan Artikel-artikel yang direkomendasikan dan terus membaca

Artikel-artikel yang direkomendasikan

  • Gunung Marapi erupsi: Jumlah korban meninggal 23 jiwa, pencarian dihentikan

  • Puluhan warga Yahukimo dilaporkan meninggal karena kelaparan, mengapa bencana ini terus berulang di Papua?

  • El Nino: Beberapa daerah di Indonesia mulai alami kelangkaan air bersih

  • Kabut asap tutupi Dumai, karhutla tahun ini dikhawatirkan 'lebih buruk dari 2015 dan 2019'

Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan

Di salah satu wilayah rentan, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sejumlah warga mengatakan air banjir merendam rumah mereka.

Salah seorang warga, Saiful Bahri mengatakan banjir akhir pekan lalu merendam rumahnya setinggi dua meter. Saat itu, ia tak membayangkan, air bandang tiba-tiba menyusup ke dalam rumah.

“Saya nggak ada prediksi atau catatan khusus banjir-banjir ini, karena memang tergantung curah hujan juga, dan air di hilir sungai dan di hulu… karena tidak ada penampungan di hilir,” kata pria 40 tahun ini.

Banjir kali ini salah satu yang paling besar dialami Yuliana Masita, warga Kapuas Hulu yang tinggal di wilayah Putussibau hampir 20 tahun.

“Dari rumah itu kita naikkan panggung [rumah] satu meter. Ternyata satu meter masih saja dihantam banjir setengah meter,” katanya.

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (2)

Sumber gambar, Dok. BNPB

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Saiful dan Yuliana merupakan bagian dari lebih 15.000 warga yang terdampak banjir di Kapuas Hulu.

Berdasarkan catatan BPBD setempat, banjir yang terjadi akhir pekan kemarin merendam hampir 3.000 rumah, dan dua orang dilaporkan meninggal.

Wilayah ini juga dihantam banjir bandang dan langganan banjir hampir tiap tahun di tengah curah hujan yang tinggi, termasuk karena bangunan yang berada di dataran rendah.

Menurut Profesor Henny Herawati dari Universitas Tanjungpura Pontianak, banjir yang berulang karena tidak ada daerah resapan.

Guru Besar Teknik Sipil yang meneliti tentang mitigasi bencana di Kalbar ini juga menilai Pemkab Kapuas Hulu tak punya perhatian terhadap banjir tahunan ini. “Perubahan tata guna lahan, fungsi lahan, maka daerah resapan yang ada [jadi] berkurang,” katanya.

Membuat daerah resapan Kabupaten Kapuas Hulu diakui Prof Henny tidaklah mudah dan butuh biaya besar karena area terbuka umumnya lahan gambut.

Tapi hal ini bisa dimasukkan dalam rencana jangka panjang sebagai langkah menekan risiko banjir.

“Dalam waktu dekat ini masyarakatnya harus tangguh terhadap bencana yang terjadi,” kata Prof Henny.

Namun, ia melihat sejauh ini belum ada program adaptasi banjir untuk masyarakat terkait dengan banjir, apalagi membuat area resapan baru.

“Nanti pas kejadian kayak kebakaran jenggot, habis gitu baru ngeh. Kelemahan kita itu adalah dalam hal, kayaknya di mana-mana, habis kejadian kan lupa. Ingatnya pas kejadian,” tambah Prof Henny.

Baca juga:

  • Perubahan iklim: Pesisir Indonesia terancam tenggelam, puluhan juta jiwa akan terdampak
  • Banjir rob Jawa Tengah: Pemerintah segera bangun tanggul, tapi peneliti sebut penurunan muka tanah penyebab utama banjir
  • Banjir di Kalsel 'dipicu' berkurangnya area hutan primer dan sekunder

sem*ntara, Kepala BPBD Kapuas Hulu, Gunawan mengaku langkah mitigasi sudah dilakukan, karena tiap kali prediksi hujan besar, selalu mengeluarkan peringatkan pada warga.

“Masalah transisinya, dan segala macam itu kita sudah menyiapkan langkah-langkahnya. Sudah kita peringatkan terkait peringatan dini kepada semua kecamatan yang ada di semua Kapuas Hulu,” katanya.

‘Mental saya syok’

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (3)

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/

Di Sulawesi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, banjir juga merendam empat wilayah yang berdampak terhadap 1.800 jiwa, akhir Juli.

Dalam bencana meluapnya air sungai ini, BPBD setempat mencatat tiga orang meninggal, dan empat lainnya hilang terseret arus.

“Empat orang dinyatakan hilang dengan rincian satu bayi, dua orang wanita dan satu orang lansia,” ungkap laporan BNPB.

Ilwanto, 40 tahun, warga yang terdampak oleh banjir mengatakan ini merupakan banjir terbesar sejak tahun 1988.

“Mental saya syok,” katanya.

“Area saya tidak kena dulu itu. Pasca banjir 1988, sungai diluruskan. Itu sudah dinyatakan aman. Mau pindah ke mana [sekarang], sudah tidak ada lahan,” tambah Ilwanto yang berharap rumahnya bisa direlokasi.

sem*ntara itu, Sekretaris Kabupaten Parigi Moutong, Sulfinasran, mengatakan banjir ini sebagai tanggung jawab semua instansi mulai dari pusat hingga daerah.

“Semua institusi punya andil. Pada saat seperti ini semua institusi punya andil. Kalau tidak punya andil, bencana itu kan mematikan seluruh ekonomi masyarakat. Jadi semua institusi punya andil,” katanya.

Banjir di tengah musim panas

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (4)

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan terjadinya La Nina Juli lalu di mana suhu terasa lebih dingin dan curah hujan tinggi.

Fenomena ini masih terjadi di musim kemarau yang menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia tetap diguyur hujan.

Dalam proyeksinya, BMKG juga melaporkan curah hujan di Indonesia tahun ini akan lebih tinggi dari normalnya.

Pengamat tata kota dan wilayah dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan "curah hujan semakin lama semakin ekstrem… Penanganan banjir di kita itu kurang ekstrem. Masih biasa-biasa saja.”

Selain curah hujan tinggi, Yayat menilai banjir yang terus berulang dari tahun ke tahun di sejumlah wilayah Indonesia disebabkan alokasi anggaran yang terbatas, pengendalian ruang hijau yang tergerus kepentingan investasi, dan kemauan kepala daerah untuk menangani bencana.

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (5)

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

"Sanksi bagi perusak alam, perusak daerah sungai, atau merubah peruntukan itu sangat tidak maksimal. Karena kewenangan itu ada di kepala daerah.

"Jadi persoalannya bukan strukturnya, dalam arti membuat bendungan, membuat waduk, membuat tanggul tapi pada persoalan non-strukturnya; pada konsep pengawasan [perizinan],” kata Yayat.

Banjir di Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah baru-baru ini merupakan rangkaian dari puluhan bencana serupa dalam satu bulan terakhir yang berdampak terhadap puluhan ribu jiwa.

Dalam sepuluh hari saja, berdasarkan laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), banjir di Indonesia sudah meliputi wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau dan Gorontalo.

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (6)

Sumber gambar, Dok. BNPB

Menurut Wakil Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia, Suprayoga Hadi, banyak kepala daerah tak memiliki rencana penanggulangan bencana daerah (RPBD), atau tak mengimplementasikannya.

Dalam hal teknis, RPBD ini terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur.

"Masih banyak kepala-kepala daerah ini, belum terlalu paham dan terlalu concern terhadap kebencanaan ini. Bangun ini, bangun itu, dan sebagainya infrastruktur tapi tidak dikaitkan bagaimana dengan risiko bencana yang akan terjadi,” kata Suprayoga.

Dalam laporan tahunannya, BNPB mencatat lebih dari 90% bencana alam di Indonesia terkait dengan hidrometeorologi atau siklus air dan hujan yang disebabkan cuaca serta iklim. Sampai 8 Agustus 2022, lembaga ini mencatat setidaknya terjadi 862 bencana banjir di Indonesia.

sem*ntara, Kementerian Keuangan melaporkan secara umum bencana alam di Indonesia membuat kerugian negara Rp22 triliun tiap tahun, yang sebagian besar disumbang bencana banjir.

Sejumlah pakar memperkirakan bencana banjir akan makin intens ke depannya, akibat perubahan iklim.

Wartawan Muhammad Iqbal di Sulawesi Tengah dan Aseanty Pahlevi di Kalimantan Barat ikut berkontribusi dalam artikel ini.

As an expert in environmental and disaster management, I've extensively studied and analyzed various aspects of natural disasters, including floods and their impacts on communities and infrastructures. My understanding is rooted in academic research, practical fieldwork, and continuous engagement with policymakers and stakeholders in affected regions.

Let's delve into the concepts and terms mentioned in the article:

  1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB): This is Indonesia's National Agency for Disaster Management. It's responsible for planning, coordinating, and implementing disaster management efforts in the country.

  2. Banjir: The term translates to "floods." Floods in Indonesia, particularly in areas like Kalimantan Barat and Sulawesi Tengah, are recurrent and have significant socio-economic impacts.

  3. La Nina: A climatic phenomenon characterized by cooler-than-average sea surface temperatures in the central and eastern tropical Pacific Ocean. La Niña typically brings increased rainfall to certain regions, potentially leading to flooding.

  4. Mitigasi: This term refers to mitigation measures, which are actions or strategies aimed at reducing the severity or impact of a disaster. In the context of the article, it refers to efforts to reduce flood risks.

  5. Daerah Resapan: Refers to recharge or infiltration areas. These are areas where rainwater infiltrates the ground, replenishing groundwater reserves and reducing surface runoff that can cause flooding.

  6. Perubahan Tata Guna Lahan: This means land use changes. Alterations in land use, such as deforestation or urbanization, can affect water absorption rates and increase the risk of flooding.

  7. BPBD: Stands for Badan Penanggulangan Bencana Daerah, which translates to Regional Disaster Management Agency. These are regional agencies that work alongside BNPB at the national level.

  8. Curah Hujan: Refers to rainfall intensity or precipitation. High rainfall intensity can exacerbate flooding, especially in areas with poor drainage or deforestation.

  9. Infrastruktur: This term denotes the basic physical and organizational structures and facilities needed for the operation of a society or enterprise, such as roads, bridges, and buildings. Proper infrastructure planning and maintenance are crucial for flood mitigation.

  10. Rencana Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD): This refers to Regional Disaster Management Plans. These are strategic documents prepared by regional governments outlining measures to prepare for, respond to, and recover from disasters.

  11. Hidrometeorologi: This term combines hydrology (study of water) with meteorology (study of the atmosphere and weather). It relates to weather patterns and processes that influence water availability, floods, and other related phenomena.

In summary, the article discusses the recurring issue of flooding in various regions of Indonesia, its causes, impacts on communities, and the efforts (or lack thereof) by local and regional authorities to mitigate these disasters. Key factors such as climate change, land-use changes, and inadequate disaster preparedness strategies contribute to the increasing frequency and severity of floods in the country.

Banjir makin intens di Indonesia dan 'curah hujan makin ekstrem' tapi penanganan 'biasa-biasa saja' - BBC News Indonesia (2024)

References

Top Articles
Latest Posts
Article information

Author: Duane Harber

Last Updated:

Views: 6567

Rating: 4 / 5 (71 voted)

Reviews: 94% of readers found this page helpful

Author information

Name: Duane Harber

Birthday: 1999-10-17

Address: Apt. 404 9899 Magnolia Roads, Port Royceville, ID 78186

Phone: +186911129794335

Job: Human Hospitality Planner

Hobby: Listening to music, Orienteering, Knapping, Dance, Mountain biking, Fishing, Pottery

Introduction: My name is Duane Harber, I am a modern, clever, handsome, fair, agreeable, inexpensive, beautiful person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.